Home » » Makna Muhasabah (Evaluasi Diri)

Makna Muhasabah (Evaluasi Diri)

KH Abdusshomad Buchori (Imam Besar MAS)

Manusia adalah makhluk yang mempunyai kedudukan sangat tinggi dan terhormat. Ini Allah berfirman dalam surah Al Isra’:70 yang maknanya : Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. 

Allah mengangkut manusia di darat dan di lautan, artinya manusia diberi kemampuan untuk mengadakan transportasi di darat maupun laut, untuk mencari kehidupan yang baik, mencari rizki yang halal. 

Mengapa manusia mempunyai kedudukan yang tinggi? Pertama, sosok manusia ini memiliki fisik yang sangat sempurna. Memiliki organ-organ yang sempurna. Sehingga manusia bisa berdiri, duduk, bisa rukuk, bisa berbaring, bisa sujud dlsb. Karena manusia diformat sedemikian rupa, yang disiapkan untuk mengabdi kepada Allah. Itulah kemudian manusia diperintahkan mengerjakan shalat, yang gerakannya dengan berdiri, rukuk, sujud dan duduk. Kita bersyukur kepada Allah karena dijadikan manusia. Kedua, karena manusia mempunyai jiwa dan ruhani. Dengan jiwa dan ruhani, manusia mempunyai akal, rasio, perasaan, mempunyai kemauan, nafsu, budaya dan lain sebagainya. 

Dengan kelebihan yang dimiliki itu, lalu manusia bisa berfikir, bisa menggunakan akal, bisa menggunakan rasio. Allah memberi petunjuk kepada manusia dengan menggunakan kata ya’qiluun (kalian menggunakan rasio) yang disebutkan sebanyak 49 kali. Dan Allah juga memberi petunjuk kepada manusia agar memberdayakan akalnya dengan menggunakan kata tatafakkaruun (kalian berfikir) yang disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 18 kali, sedang jika menyebut manusia agar memberdayakan rasionya. Artinya, manusia disuruh untuk berfikir secara aqliyah, walaupun juga disuruh menggunakan fikir dalam arti rasio. Orang berfikir rasional melulu tanpa iman, mungkin akan menjadi atheis. Dan justeru merka akan merusak pada nilai-nilai aqidah Islamiyah. Dan itu terjadi pada zaman sekarang. Banyak fikiran-fikiran orientalis, liberalisme, pluralisme agama, pendangkalan aqidah dlsb. Karena itu mari kita muhasabah diri kita sendiri agar tidak terjebak dengan semua itu. 

Ketiga, manusia bertugas sebagai pemimpin di bumi, untuk mengelola ciptaan Allah yang ada di muka bumi ini, untuk kelangsungan dan menjaga keseimbangan hidup. (QS Al Baqarah : 30). Yang maknanya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." 

Indonesia yang penduduknya 245 juta, umat Islam 220 juta muslim. Sehingga mayoritas penduduk Indonesia adala umat Islam. Untuk itu, negara ini harus dipimpin oleh orang muslim. Sehingga harus saya sampaikan melalui mimbar ini, bahwa di Indonesia ini yang menjadi presiden dan wakil presiden harus orang muslim. Apa yang saya sampaikan ini tidak berkaitan dengan politik, tetapi kaitannya dengan hukum syariat. Karena pemimpin (sulthon) adalah menjabat sebagai wali hakim. Maka, jika ada perempuan yang ingin menikah dan tidak mempunyai wali, walinya adalah wali hakim yakni sulthon, sehingga jika sulthonnya non muslim maka, tidak sah pernikahannya. Assulthoonu waliyyu man laa waliya lah (pemimpin adalah sebagai wali bagi orang yang tidak mempunyai wali). Pendelegasian wewenang kepada kepala KUA, sehingga dia sebagai wakil dari pemerintah berhak menikahkan jika seorang perempuan menikah tidak punya wali nikah. 

Masalah pemimpin ini sangat penting. Sebab ada seorang yang berpendapat bahwa ketika pemimpin Indonesia orang Islam, maka dikatakan pertanda sudah tidak demokratis, sektarian, SARA dll. Ini merupakan virus yang masuk dalam dunia Islam. Untuk itu, orang Islam tidak boleh terjebak oleh doktrin yang demikian itu. Banyak kasus di salah satu provinsi yang penduduknya mayoritas muslim dipimpin oleh non muslim, itu berarti orang Islam tidak mampu mawas diri, justeru berebut kekuasaan dan kurangnya persatuan, bisa diadu domba. Akibat dari pemahamannya terhadap Islam masih kurang. Ada ungkapan dalam Islam laa ghalabata illa bilquwwah, wala quwwata illa bil ittihaad, walaa ittihaada illa bil fadhooil (tidak ada kemenangan kecuali dengan kekuatan, kekuatan tidak akan terwujud kecuali dengan persatuan, dan tidak ada persatuan kecuali dengan keutamaan). 

Rasulullah SAW bersabda : Akan datang suatu zaman, pada zaman itu, anak-anak kecil mereka sulit diatur (licin seperti belut). Pemuda pemudi mereka nakal, orang tuanya (pemimpinnya) apriori, tidak amar ma’ruf nahimungkar. Orang yang berpandangan idealis, dianggap rendah, orang yang berusaha mencari untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan, dianggap orang yang lemah, orang mukmin dianggap orang rendahan, orang fasiq dimulyakan, sunnah-sunnah Rasul dianggap sebagai bid’ah, dan bid’ah menjadi sunnah. Kalau suatu negara, masyarakatnya seperti ini, negara itu akan dipimpin oleh orang jahat. Kalau sudah seperti itu doanya orang yang terpilih, sudah tidak akan dikabulkan lagi. (HR Al Hakim dan Ahmad). 


0 komentar:

Posting Komentar