DR. Muhammad Fu’ad al-Hasyimi, mantan pemeluk kristiani yang akhirnya masuk Islam, di dalam bukunya ”Religions on The Scales” (hal. 109) berkata:
the Church as having recognized polygamy up to the 17th century. None of the four gospels is known to have explicitly barred polygamy. It so happened that some European peoples, dictated only by non‑polygamy pagan traditions, barred the practice of keeping more than one wife. When that anti‑polygamy minority converted to Christianity, it clamped the traditional polygamy ban down on the rest of Christians. As time passed by, Christianity was increasingly, falsely though, believed to have essentially barred polygamy. It is only an old tradition clamped by some down on the others throughout ages.
“Gereja telah mengenal praktek poligami sampai abad ke-17. Tidak ada satupun dari injil yang empat diketahui adanya larangan yang secara jelas melarang poligami. Perubahan terjadi ketika orang-orang Eropa yang bertaklid kepada tradisi non poligami kaum paganis (hanya beberapa kalangan saja yang diketahui melarang poligami, karena mayoritas masyarakat Eropa –sebagaimana disebutkan sebelumnya- mempraktekan poligami secara luas, pen). Ketika kaum minoritas anti poligami itu masuk agama kristen, tradisi mereka menggeser tradisi poligami dan mereka memaksakan (tradisi ini) bagi penganut kristen lainnya. Seiring berlalunya waktu, kaum kristiani mengira bahwa larangan poligami itu merupakan esensi ajaran kristen, padahal hal ini berangkat dari sikap taklid kepada para pendahulu mereka, yang sebagian orang (non poligamis) memaksakannya kepada lainnya (tradisinya) dan akhirnya terus berlangsung selama bertahun-tahun...” [M.F. Al-Hasyimi, Religions on The Scales hal. 109]
Bahkan, kami bernani menantang kaum Kristiani untuk menunjukkan satu buah ayat saja dari “Kitab Suci” (?!) mereka yang menunjukkan bahwa poligami itu terlarang. Jika mereka mau bersikap obyektif, bukankah kitab “Perjanjian Lama” yang diklaim sebagai Taurat (Torah), membatalkan klaim mereka yang menolak poligami?! Karena kitab “Perjanjian Lama” ini secara eksplisit menunjukkan akan adanya praktek poligami di kalangan para Nabi dan Rasul, mulai dari Prophet Abraham “the Friend of Allah” (Nabi Ibrahim Khalilullah), Isaac (Ishaq), Jacob (Ya’qub), David (Dawud) dan Solomon (Sulaiman) ‘alaihimus Salam yang kesemuanya diklaim sebagai Rasul bagi kalangan Bani Israil. [ibid, dengan sedikit perubahan redaksi]
:: Islam Datang Membatasi Praktek Poligami Hanya Empat Isteri ::
Ketika Islam datang dibawa oleh Rasulullah al-Amin, untuk menyampaikan Rahmat bagi alam semesta, maka Islam tidak melarang poligami dengan begitu saja dan tidak pula membiarkan poligami secara bebas. Islam datang dan membatasi poligami maksimal hanya 4 isteri saja. Zaman pra Islam telah mengenal poligami, bahkan poligami bukanlah suatu hal yang asing dimana ada seorang lelaki beristiri puluhan bahkan ratusan wanita.
Datangnya Islam, membawa Rahmat bagi semesta alam (Rahmatan lil ’Alamin). Selain membatasi poligami, Islam juga menjelaskan persyaratan-persyaratan dan kriteria dianjurkannya berpoligami yang sebelumnya tidak ada. Masalah ini akan dibicarakan setelahnya –insya Alloh-.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullahu dengan sanadnya bahwa Ghaylan ats-Tsaqofi masuk Islam sedangkan dirinya memiliki 10 orang isteri. Maka Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda kepada beliau :
(( أختر منهن أربعا ))
”Pilihlah empat orang saja dari isteri-isterimu.”
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullahudegan sanadnya bahwasanya ’Umairoh al-Asadi berkata :
أسلمت وعندي ثماني نسوة ، فذكرت ذلك للنبيفقال : (( أختر منهن أربعا ))
”Aku masuk Islam dan aku memiliki 8 orang isteri, lalu aku sampaikan hal ini kepada Nabi dan beliau pun bersabda : ”pilihlah empat diantara mereka”.”
Demikianlah, mereka melakukannya sebagai pengejawantahan Firman Alloh Azza wa Jalla :
”Apabila kamu takut tidak dapat berbuat adil terhadap anak yatim (yang hendak kamu nikahi), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS an-Nisaa` : 3)
0 komentar:
Posting Komentar